Sejarah
pengamatan meteorologi dan geofisika di Indonesia dimulai pada tahun
1841 diawali dengan pengamatan yang dilakukan secara perorangan oleh
Dr. Onnen, Kepala Rumah Sakit di Bogor. Tahun demi tahun kegiatannya
berkembang sesuai dengan semakin diperlukannya data hasil pengamatan
cuaca dan geofisika.
Pada tahun 1866, kegiatan pengamatan
perorangan tersebut oleh Pemerintah Hindia Belanda diresmikan menjadi
instansi pemerintah dengan nama Magnetisch en
Meteorologisch Observatorium atau
Observatorium Magnetik dan Meteorologi dipimpin oleh Dr. Bergsma.
Pada
tahun 1879 dibangun jaringan penakar hujan sebanyak 74 stasiun
pengamatan di Jawa. Pada tahun 1902 pengamatan medan magnet bumi
dipindahkan dari Jakarta ke Bogor. Pengamatan gempa bumi dimulai pada
tahun 1908 dengan pemasangan komponen horisontal seismograf Wiechert di
Jakarta, sedangkan pemasangan komponen vertikal dilaksanakan pada tahun
1928.
Pada tahun 1912 dilakukan reorganisasi pengamatan
meteorologi dengan menambah jaringan sekunder. Sedangkan jasa
meteorologi mulai digunakan untuk penerangan pada tahun 1930.
Pada masa pendudukan Jepang antara tahun 1942 sampai dengan 1945, nama instansi meteorologi dan geofisika diganti menjadi
Kisho Kauso Kusho.
Setelah
proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, instansi tersebut
dipecah menjadi dua: Di Yogyakarta dibentuk Biro Meteorologi yang
berada di lingkungan Markas Tertinggi Tentara Rakyat Indonesia khusus
untuk melayani kepentingan Angkatan Udara. Di Jakarta dibentuk Jawatan
Meteorologi dan Geofisika, dibawah Kementerian Pekerjaan Umum dan
Tenaga.
Pada tanggal 21 Juli 1947 Jawatan Meteorologi dan Geofisika diambil alih oleh Pemerintah Belanda dan namanya diganti menjadi
Meteorologisch en Geofisiche Dienst.
Sementara itu, ada juga Jawatan Meteorologi dan Geofisika yang
dipertahankan oleh Pemerintah Republik Indonesia , kedudukan instansi
tersebut di Jl. Gondangdia, Jakarta.
Pada tahun 1949, setelah
penyerahan kedaulatan negara Republik Indonesia dari Belanda,
Meteorologisch en Geofisiche Dienst diubah menjadi Jawatan Meteorologi
dan Geofisika dibawah Departemen Perhubungan dan Pekerjaan Umum.
Selanjutnya, pada tahun 1950 Indonesia secara resmi masuk sebagai anggota Organisasi Meteorologi Dunia (
World Meteorological Organization atau WMO) dan Kepala Jawatan Meteorologi dan Geofisika menjadi
Permanent Representative of Indonesia with WMO.
Pada
tahun 1955 Jawatan Meteorologi dan Geofisika diubah namanya menjadi
Lembaga Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen Perhubungan, dan
pada tahun 1960 namanya dikembalikan menjadi Jawatan Meteorologi dan
Geofisika di bawah Departemen Perhubungan Udara.
Pada tahun
1965, namanya diubah menjadi Direktorat Meteorologi dan Geofisika,
kedudukannya tetap di bawah Departemen Perhubungan Udara.
Pada
tahun 1972, Direktorat Meteorologi dan Geofisika diganti namanya
menjadi Pusat Meteorologi dan Geofisika, suatu instansi setingkat
eselon II di bawah Departemen Perhubungan, dan pada tahun 1980
statusnya dinaikkan menjadi suatu instansi setingkat eselon I dengan
nama Badan Meteorologi dan Geofisika, dengan kedudukan tetap berada di
bawah Departemen Perhubungan.
Pada tahun 2002, dengan keputusan Presiden RI Nomor
46 dan
48
tahun 2002, struktur organisasinya diubah menjadi Lembaga Pemerintah
Non Departemen (LPND) dengan nama tetap Badan Meteorologi dan Geofisika.
Terakhir, melalui
Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2008,
Badan Meteorologi dan Geofisika berganti nama menjadi Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dengan status tetap
sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen.
Pada tanggal 1 Oktober 2009
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika disahkan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono. (
unduh Penjelasan UU RI Nomor 31 Tahun 2009)